BAB I
PENDANHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah diketahui bahwa islam mengembangkan sayapnya dengan melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga. Ekspansi ini bertujuan untuk meperkenalkan Islam dan memajukan Negara-negara yang telah dikuasai.
Islam mengalami kemajuan dan kemunduran, layaknya sebuah roda yang selalu berputar kadang diatas dan kadang berada dibawah. Begitu pun dengan islam, kemajuan kekuasaan Islam yang dicapai pada masa Abbasiyah, dan keruntuhannya ketika diserang bangsa Mongol. Saat itu kekuasaan politik Islam mengalami kemunduran. Wilayah kekuasaan Islam terpecah-pecah kedalam kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memusuhi. Tidak berhenti di situ, beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol, bahkan Timur Lenk menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.[1]
Dalam suasana infreoritas seperti itu, muncul kesadaran politik umat Islam secara kolektif, kesadaran kolektif ini mengalami kemajuan dengan ditandai oleh berdirinya tiga kerajaan besar, Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani inilah yang paling pertama berdiri dan paling lama bertahan dibandingkan dua lainnya.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana asal-usul terbentuknya kerajaan Turki Usmani?
2. Bagaimana kemunduran dan kehancuran kerajan Usmani?
BAB II
ISI
Utsmani
KERAJAAN TURKI UTSMANI (1300-1900 M)
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Era 1300 – 1400 M
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya, Usman. Putera Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah AI Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300M) setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan (726H/1326M761H/1359M)Kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330M), Uskandar (1338M), Ankara (1354M), dan Gallipoli (1356M). Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertamakali diduduki kerajaan Usmani.
Ketika Murad I, pengganti Orkhan, berkuasa (761H/1359 M 789H/1389 M), selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerahke Benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel -yang kemudian dijadikannya sebagai ibu kota kerajaanyang baru -, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipirnpin oleh Sijisman, raja Hongaria.
Sultan Bayazid I ( 1389- 1403 M), pengganti Murad I, dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat Islam.
Ekspansi kerajaan Usmani sempat terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.
Era 1400 – 1500 M
Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turki Usmani. Penguasa-penguasa Seljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu putera-putera Bayazid saling berebut kekuasaan.
Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti sediakala.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-puteranya satu samalain saling berselisih.Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun, pada saat seperti itu juga terjadi perselisihan antara putera-putera Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman).
Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan tedadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri.
Usahanya ini diteruskan oleh Murad II ( 1421-1451M), sehingga Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II atau biasa disebut Muhammad al-Fatih (1451-1484M).
Sultan Muhammad al-Fatih dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel tahun 1453 M. Dengan terbukanya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Bizantium, lebih mudahlah arus ekspansi Turki Usmani ke Benua Eropa.
Era 1500 – 1600 M
Ketika Sultan Salim I (1512-1520M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syria dan dinasti Mamalik di Mesir.
Usaha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni(1520 -1566M.). Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani merupakan obyekyang menggoda hatinya. Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki usmani pada masa Sultan Sulaimanal-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria,Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria,dan Rumania di Eropa.
Mengutip pendapat Carl Brockelmann, Ahmad Syalabi mengatakan, Sultan Salim I pernah meminta kepada khalifah abbasiyah di Mesir agar menyerahkan kekhalifahan kepadanya, ketika ia menaklukkan dinasti Mamalik di sana. Pedapat lain menyebutkan bahwa gelar “khalifah” sebenarnya sudah digunakan oleh Sultan Murad ( 1359 – 1389) setelah ia berhasil menaklukkan Asia kecil dan Eropa. Dari dua pendapat ini, Ahmad Syalabi berkesimpulan, para Sultan kerajaan Usmani memang tidak perlu menunggu khalifah abbasiyah menyerahkan gelar itu, karena jauh sebelum masa kerajaan usmani sudah ada tiga khalifah dalam satu masa. Pada abad ke-10 M, para penguasa dinasti Fathimiyah di Mesir sudah memakai gelar khalifah. Tidak lama setelah itu, Abd al – Rahman al – Nashir di Spanyol menyatakan diri sebagai khalifah melanjutkan dinasti Bani ummayyah di Damaskus, bahkan ia mencela para pendahulunya yang bekuasa di Spanyol yang merasa cukup dengan gelar ‘amir” saja. Karena itu ada kemunkinan para penuasa Usmani memang sudah menggunakan gelar “khalifah” jauh sebelum mereka dapat menaklukkan dinasti Mamalik, tempat bertahtanya para khalifah Abbasiyah, untuk kemudian meminta gelar itu.
Setelah sultan sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putera – puteranya, yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun terus mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai negara yang kuat, terutama dalam bidang militer. Kerajaan ini memang masih bertahan lima abad lagi setelah itu.
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan – kemajuan dalam bidang – bidang kehidupan yang lain. Yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Bidang kemiliteran dan pemerintahan
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa – masa pertama, adalah orang – orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi degan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan Kerajaan Usmani sehingga mencapai masa keemasannya itu, bukan semata – mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting diantaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja.
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Perorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur militer Usmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan militer yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin – pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar – besaran dalam tubuh militer.
Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi personil – personil pimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa – bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak – anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri – negeri nonmuslim.
Disamping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kauam feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena ia mempinyai peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke 16 angkatan laut turki usmani mencapai puncak kejayaanya. Kekuatam militer turki usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di asia , afrika maupun eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan dibidang kemiliteran ini ialah tabiat bangsa turki itu sendiri bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alam yang mereka wariskan dari nenek moyangnya di asia tengah.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur.dalam mengelolah wilayah yang luas sultan-sultan turki usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’aham (perdana menteri), yang membawahi pasya ( gubernur ). Gubernur menggerpalai daerah tingkat I. Dibawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-alawiyah ( bupati )
Untuk mengatur urusan pemerintah negara, dimasa sultan sulaiman I disusun sebuah kitab undang undang (qanun ). Kitab tersebut diberi nama multaqa al-abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan turki usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke 19. Karena jasa sultan sulaiman I yang amat berharga ini, ujung namanya ditambah gelar al-qanuni.
2. Bidang ilmu pengetahuan dan budaya
Kebudayaan turki usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan persia, bizantium, dan arab. Dari kebudayaan persia, mereka banyak mengambi ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintah dan kemiliteran banyak merka serap dari Bizantium. Sedangakn ajaran-ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf mereka terima dari bangsa Arab. Orang orang Turuki usmani memang dikenal sebgai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar. Hal ini mungkin karena mereka masi miskin dengan kebudayaan. Bagaimana pun, sebelumnya mereka adalah orang nomad yang hidup di dataran Asia Tengah.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, merka kelihatan tidak begitu menonjol. Karena itulah didalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuan terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur islam berupa bangunan-banguna mesjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Mesjid jami’ Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid Agung Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari. Mesjid-mesjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dennga keindaha kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gamabr Kristiani yang ada sebelumnya.
Pada masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainya banyak dibangun mesjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari banguanan itu dibangun dibawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
3. Bidang keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terkait dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu, ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwah resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan.
Pada masa Turki Usmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat dominan dikalangan tentara Jenissari, sehingga mereka sering disebut tentara Bektasyi, sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Jenissari Bektasyi.
Di pihak lain, kajian-kajian ilmu agama seperti fikih, ilmu kalam, tafsir, dan hadis boleh di katakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakan satu paham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abd al-Hamid II, misalnya, begitu fanatik terhadap aliran Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan kritikan aliran lain. Ia memerintahkan kepada Syekh Husein al-Jisri menulis kitab Al-Husnun al-Hamidiyah (benteng pertahanan Abdul Hamid) untuk melestarikan aliran yang dianutnya itu. Akibat kelesuan dibidang ilmu keagamaan dan fanatik yang berlebih maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) danhasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya masa klasik.
Bagaimanapun, kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam peluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan (kecuali dalam hal-hal yang bersifat fisik) perkembangannya jauh berada di bawah kemajuan politik, maka bukan saja negeri-ngeri yang sudah ditaklukkan itu, akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama Islam
Kemunduran kerajaan usmani
Setelah Sultan Sulaiman al-Qanuni wafat (1566 M ), kerajaan turki usmani mulai memasuki fase kemunduranya. Akan tetapi, sebagai kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II Usmani dengan armada lau Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat liponto ( Yunani ). Dan pertempuran ini Turki usmani mengalami kekalahan yag megakibatkan tunisia dapat direbut oleh musu. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M tunisia dapat direbut kembali.
Walaupun Sultan Murad III ( 1574-1594 M ) berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, kerajaan Usmani pada masa nya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam ( 1577 M), merampas kembali Tabrizz, iu kuta Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. Namun kehiduan moral Sultan yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III ( 1595 – 1603 M), pengganti Murad III, yang membunuh saudara laki-lakinya yang berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentigan pribadi. Dalam sitiasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul kerajaan Usmani. Meskipun Sultan Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai memudar. Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M), situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerinthan nya yang pertama(1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa diatasinya, Syaikh al-Islam mengelurkan fatwah agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M). Namun yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayah nya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan paksa dan terpaksa melespaskan wilayah Persia tersebut. Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV (1623-1640 M). Pertama-tama ia mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan. Pasukan Jenissari yang pernah menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerinthannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan.
Situasi politik yang sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan Ibrahim (1640-1648 M), karena ia termasuk orang yang lemah. Pada masa nya ini orang-orang Venetia melakukan peperangan laut melawan dan berhasil mengusir orang-orang Turki Usmani dan Cyprus dan Creeta tahun 1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia Kecil) ke kedudukan sebagai Wazir atau shadr al-a’zham ( perdana menteri) yang diberi kekuasaan absolut. Ia berhasil mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatan nya di pegang oleh anaknya, Ibrahim. Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernay sudah pulih sama sekali. Oleh karena itu, ia menyerbu Hong Ariya dan mengancam Vienna. Namun, perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki Usmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun. Pada tahun 1699 M terjadi “ perjanjian Karlo with “ yang memaksa sultan untuk menyerakan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg ; dan Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang orang Venetia. Pada tahun 1770 M , tentara rusia mengalahkan armada kerajaan Usmani di sepanjang pantai asia Kecil. Akan tetapi, tentara rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh sultan mustafa III (1757-1774), seseorang yang lemah. Tidaklama setelah naik tahta, di kutchuk kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “ perjanjian kinarja” dengan catherine II dari Rusia . isi perjanjian itu antara lain (1) kerajaan usmani harus menyerahkan benteng benteng yang berada dalam laut hitam kepada rusia dan memberi izin kepada armada rusia untuk melintas selat yang menghubungkan laut hitam dengan laut putih, dan (2) kerajaan usmani mengikuti kemerdekaan kirman (Crimea). Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1539 M. Namun kehidupan moral Sultan yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III (1595-1603 M), pengganti Murad III, yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi. Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani. Meskipun Sultan Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai memudar. Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M), situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama (1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak nnisa diatasinya, Syaikh al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-16 M). Namun yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia tersebut. Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV (1623-1640 M). Pertama-tama ia mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan. Pasukan Jenissari yang pernah menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan.
Situasi politik yang sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan Ibrahim (1640-1648 M), karena ia termasuk orang yang lemah. Pada masanya ini orang-orang Venetia melakukan peperangan laut melawan dan berhasil mengusir orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia Kecil) ke kedudukan sebagai wazir atau shadr al-a’zham (perdana menteri) yang diberi kekuasaan absolut. Ia berhasil mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatannya dipegang oleh anaknya, Ibrahim. Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah pulih sama sekali. Karena itu, ia menyerbu Hongaria dan mengancam Vienna. Namun, perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki Usmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun. Pada tahun 1699 M terjadi “Perjanjian Karlowith” yang memaksa Sultan untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg, dan Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Venetia. Pada taun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada kerajaan Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahka kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang segera dapat mengkonsolidasi kekuatannya.
Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan Abd al-hamid ( 1774-1789 M), seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, di Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Kinarja” dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu antara lain (1) Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih, dan (2) Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di Kerajaan Usmani selama dua abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al – Qanuni. Tidak ada tanda – tanda membaik sampai paroh pertama abad ke – 19 M. Oleh karena itu satu persatu negeri – negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri – negeri di Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan Kerajaan Usmani, tetapi juga beberapa darah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak. Di Mesir, kelemahan – kelemahan Kerajaan Usmani membuat Mamalik bangkit kembali. Dibawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770M. Mamalik kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Prancis tahun 1798M. Di Libanon dan Syria, Fakhr al – Din, seorang pemimpin Druze, berhasil menguasai Palestina, dan pada tahun 1610M merampas Ba’albak dan mengancam Damaskus. Fakhr al – Din baru menyerah tahun 1635M. Di Persia, Kerajaan Safawi ketika masih jaya beberapa kali mengadakan perlawanan terhadap Kerajaan Usmani dan beberapa kali pula ia keluar sebagai pemenang. Sementara itu, di Arabia bangkit kekuatan baru, yaitu aliansi antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd al – Wahhab yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan penguasa lokal ibn Sa’ud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah di Jazirah Arab dan sekitarnya di awal paroh kedua abad ke - 18M. Dengan demikian, pemberontakan – pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Usmani ketika ia sedang mengalami kemunduran, bukan saja terjadi di daerah – daerah yang tidak beragam Islam,tetapi juga di daerah – daerah yang berpenduduk muslim. Gerakan – gerakan seperti itu terus berlanjut dan bahkan menjadi lebih keras pada masa – masa sesudahnya, yaitu pada abad ke – 19 dan ke – 20M. Di tambah dengan gerakan pembaharuan politik di pusat pemerintahan, Kerajaan Usmani berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924M.
Banyak faktor yang menyebabkan Kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran, diantaranya adalah :
1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang amat luas wilayahnya sagat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan Kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat peraang terus menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tente menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat di guanak untuk membangun negara.
2. Heterogenitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siriah, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavina, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragama dan tersebar di wilayah yang luas itu, di perlukan suatu oganisasi pemerintahan yang teratur. Tanpa di dukung oleh administrasi yang baik, Kerajaan Usmani hanya akan menanggung beban yang berat akibat heterogenitas tersebut. Perbedaan bangsa dan agama acap kali melatar belakangi terjadinya pemberontakan dan peperangan.
3. Kelemahan Para Penguasa
Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni, Kerajaan Usmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama, dalam kepemimpinan nya. Akibat nya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi semakin parah.
4. Budaya Pungli
Pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam Kerajaan Usmani. Setiap jabatan yang hendak di raih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya Pungli ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.
5. Pemberontakan Tentara Jenissari
Kemajuan ekspansi Kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari. Dengan demikian dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
6. MerosotnyaEkonomi
Akibat perang yang tak pernah berhenti perekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja negara sangat bsar, termasuk untuk biaya perang.
7. Terjadinya Stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju. Sebagaimana disebutkan pada bab terdahulu, tidak terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Kerajaan Usmani, ada kaitan dengan perkembangan metode berpikir tradisional di kalangan umat Islam. Hal itu juga sejalan dengan menurunnya semangat berpikiran bebas akibat tidak berkembang nya pemikiran filsafat sejak masa al-Ghazali.
Demikianlah proses kemunduran kerajaan besar Usmani. Pada masa selanjutnya, di periode modern, kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan-kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulu nya berada dibawah kekuasaan Kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, pmbahasan tentang krajaan Turki Usmani, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Turki Usmani merupakan slah satu kerajaan yang didirikan oleh bangsa Turki setelah runtuhnya kerajaanTurki Saljuq. Entogrol adalah pembuka jalan berdirinya Turki Usmani putranya Usman sebagai proklamator Kerajaan Turki Usmani tahun 1300 M. Turki Usmani adalah salah satu dari tiga kerajaan islam yang muncul setelah jatuhnya Baghdad..
2. Kemunduran dan kehancuran Turki Usmani disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: kelemahan para sultan dan sistem birokrasi, kemerosotan ekonomi dan munculnya kekuata Eropa. Peran Turki tidak dapat dikesampingkan, karena dengan luasnya daerah kekuasaan yang membentang dari Asia hingga Eropa dalam rentang waktu yang relatif lama, lebih dari enam abad, maka terjadilah intraksi peradabandengan berbagai wilayah yang berada di bawah kekuasaan Turki dan saling mempengaruhi, sehingga peradaban yang lebih kuat banyak memberikan pengaruh terhadap peradaban yang lebih lemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar